Sistem Informasi Penelusuran Perkara
PENGADILAN NEGERI BANGKINANG
INFORMASI DETAIL PERKARA



Nomor Perkara Pemohon Termohon Status Perkara
3/Pid.Pra/2020/PN Bkn 1.Muhammad Yahya Lase
2.DENIS
KEPALA KEPOLISIAN REPUBLIK INDONESIA Cq kEPALA KEPOLISIAN DAERAH RIAU Cq KEPALA KEPOLISIAN RESORT KAMPAR Cq KEPALA KEPOLISIAN SEKTOR SIAK HULU Minutasi
Tanggal Pendaftaran Selasa, 03 Mar. 2020
Klasifikasi Perkara Sah atau tidaknya penangkapan
Nomor Perkara 3/Pid.Pra/2020/PN Bkn
Tanggal Surat Selasa, 03 Mar. 2020
Nomor Surat -
Pemohon
NoNama
1Muhammad Yahya Lase
2DENIS
Termohon
NoNama
1KEPALA KEPOLISIAN REPUBLIK INDONESIA Cq kEPALA KEPOLISIAN DAERAH RIAU Cq KEPALA KEPOLISIAN RESORT KAMPAR Cq KEPALA KEPOLISIAN SEKTOR SIAK HULU
Kuasa Hukum Termohon
Petitum Permohonan

 

 

Pekanbaru, 02 Maret 2020

 

 

Kepada Yth :

 

KETUA PENGADILAN NEGERI BANGKINANG

Di

          Bangkinang

 

 

 

Perihal   : PERMOHONAN PRAPERADILAN

 

 

 

Dengan Hormat,

Perkenankanlah kami, yang bertandatangan dibawah ini:

 

IKHSAN, SH
FADHLI RAZEB SANJANI, SH.,MH
MARWAN, SH 
BUHA TUMPAK HARATUA MANIK, SH

 

Kesemuanya  adalah Advokat, pada Kantor Advokat dan Konsultan Hukum “IKHSAN,SH & PARTNERS” beralamat kantor di Jalan Dr. Samratulangi Nomor 24D, Kelurahan Sago, Kecamatan Senapelan, Kota Pekanbaru - Riau.

Bertindak sendiri-sendiri atau secara bersama-sama.

 

Berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor Nomor 197/SK.K/IKH&P/II/2020 tertanggal 21 Februari 2020 bertindak dan atas nama mewakili kepentingan hukum Pemberi Kuasa atas nama :

Muhammad Yahya Lase, Umur 46 tahun, Pekerjaan Karyawan Swasta, beralamat di Jalan Delima II Nomor 12A, RT 003/RW 001, Kelurahan Delima, Kecamatan Tampan, Kota Pekanbaru;
Denis,Umur 49 tahun, Pekerjaan Wiraswasta, beralamat di GD Marpoyan Blok A2 Nomor 11, RT 002/RW 001, Desa Pandau Jaya, Kecamatan Siak Hulu, Kabupaten Kampar;

Untuk selanjutnya mohon disebut sebagai Pemohon;

 

Dengan ini mengajukan Permohonan Praperadilan terhadap :

 

Kepala Kepolisian Republik Indonesia Cq Kepala Kepolisian Daerah Riau Cq Kepala Kepolisian Resort Kampar Cq Kepala Kepolisian Sektor Siak Hulu.

Beralamat di Jalan Raya Pangkalan Baru, Kecamatan Siak Hulu, Kabupaten Kampar – Riau;

Untuk selanjutnya mohon disebut sebagai Termohon;

 

Dengan ini mengajukan Permohonan Praperadilan terhadap Penetapan Tersangka dalam dugaan tindak pidana “Pencurian dengan Pemberatan” sebagai mana dimaksud dalam rumusan Pasal 363 ayat (1) ke 4 jo Pasal 55 ayat (1) jo pasal 64 ayat (1) KUH Pidana;

 

Adapun alasan-alasan permohonan pemohon adalah sebagai berikut :

 

DASAR HUKUM PERMOHONAN PRAPERADILAN

Adapun tindakan paksa, seperti penetapan tersangka, penangkapan, penggeledahan, penyitaan, penahanan, dan penuntutan yang dilakukan dengan melanggar peraturan perundang-undangan pada dasarnya merupakan tindakan Perampasan Hak Asasi Manusia menurut Andi Hamzah (1986:10), Praperadilan merupakan tempat mengadukan pelanggaran Hak Asasi Manusia dan juga menjadi satu satu mekanisme kontrol terhadap kemungkinan tindakan sewenang-wenang dari Penyidik dalam melakukan tindakan tersebut, hal ini dimaksud bertujuan agar hukum dapat ditegakkan dan dapat melindungi hak asasi manusia sebagai tersangka/terdakwa dalam proses penyidikan dan penuntutan;

Selain itu Praperadilan sebagai pengawasan secara horizontal terhadap hak-hak tersangka dalam pemeriksaan pendahuluan (vide Penjelesan Pasal 80 KUHAP), berdasarkan pada nilai itulah Penyidik dalam melakukan tindakan penetapan tersangka, penangkapan, dan penahanan agar mengedepankan asas dan prinsip kehati-hatian sebelum menetapkan seseorang menjadi tersangka;

 

Bahwa sebagai mana diketahui Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Pasal 1 angka 10, menyatakan :

“ Praperadilan adalah wewenang Pengadilan Negeri untuk memeriksa dan memutus menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini, tentang:

Sah atau tidaknya suatu Penangkapan dan atau Penahanan atas permintaan tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasa tersangka;
Sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan atas permintaan demi tegaknya hukum dan keadilan;
Permintaan ganti kerugian, atau rehabilitasi oleh tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasanya yang perkaranya tidak diajukan ke Pengadilan;

 

Bahwa selain itu yang menjadi objek Praperadilan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 77 KUHAP diantaranya adalah :

 

Sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan;
Ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan;

 

Dalam perkembangannya pengaturan prapradilan sebagaimana diatur dalam pasal 1 angka 10 Jo.pasal 77 KUHP sering terjadi tidak dapat menjangkau fakta perlakuan aparatur penegak hukum yang nyata-nyata merupakan Hak Asasi seseorang, sehingga yang bersangkutan tidak memperoleh perlindungan hukum yang nyata dari Negara. Untuk itu perkembangan yang demikian melalui dapat diakomodirnya sebagai sah tidak nya  penetapan tersangka  dan sah tidaknya penyitaan telah diakui merupakan wilayah kewenangan praperadilan, sehingga dapat meminimalisasi terhadap perlakuan sewenang-wenang oleh aparat penegak hukum.

 

Dalam kaitan dan perkembangan hukum  dalam masyarakat yang demikian, bukanlah sesuatu yang mustahil terjadi dalam praktik sistem hukum di negara manapun apalagi dalam sistem hukum common law, yang telah merupakan bagian dari sistem hukum di Indonesia. Peristiwa inilah yang menurut (alm) saytjipto raharjo disebut “terobosan hukum” (legal-breakthrough) atau hukum yang prorakyat (hukum progresif) dan menurut Mochtar Kusumaadmadja merupakan hukum yang baik karena dengan perkembangan nilai-nilai keadilan yang hidup dan berkembang dalam masyarakat. Terobosan hukum dan hukum yang baik itu merupakan cara pandang baru dalam fungsi dan peranan hukum dalam pembangunan nasional di Indonesia. Dengan demikian hukum bukuan hanya memiliki aspek normatif yang diukur dari kepastiannya melainkan juga memiliki aspek nilai (values) yang merupakan bagian dinamis asoirasi masyarakat yang berkembang dan terkini;

 

Bahwa selain itu telah terdapat beberapa putusan pengadilan yang memperkuat dan melindungi hak-hak Tersangka, sehingga lembaga Praperadilan juga dapat memeriksa dan megadili keabsahan Penetapan Tersangka seperti yang terdapat dalam perkara berikut;

Putusan pengadilan negeri bengkayang no.01/pid.prap/2011/PN.BKY tangal 18 mei 2011
Putusan mahkamah agung no.88 PK/PID/2011 tanggal 17 januari 2012
Putusan pengadilan negeri Jakarta selatan no.38/pid.prap/2012/pn.jkt.sel tanggal 27 november 2012
Putusan pengadilan negeri Jakarta selatan no.04/pid.prap/2015/pn.jkt.sel 15 febuari 2015
Putusan pengadilan negeri Jakarta selatan no. 36/pid.prap/2015/pn.jkt.sel tanggal 26 mei 2015 Dan lain sebagainya

 

bahwa melalui putusan Mahkamah Konstitusi No.21/PUU-XII/2014 tanggal 28 April 2015 memperkuat diakuinya lembaga praperadilan juga dapat memeriksa dan mengadili keabsahan penetapan tersangka, sperti pada kutipan mahkamah konstutusi no.21/PUU-XII/2014 sebagai berikut ;

 

 

 

mengabulkan permohonan untuk sebagian ;

[dst]
[dst]
Pasal 77 huruf a undang-undang nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (lembaran Negara republik Indonesia tahun 1981,Nomor 76, tambahan lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209) bertentangan dengan undang-undang dasar Republik Indonesia tahun 1945 sepanjang tidak dimaknai termasuk penetapan tersangka, pengeledahan dan penyitaan;
Pasal 77 huruf a undang-undang nomor 8 tahun 1981 tentang hukum acara pidana (lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1981,Nomor 76, tambahan lembaran Negara republik Indonesia nomor 3209) tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai termasuk penetapan tersangka, penggeledahan dan penyitaan;

 

 

Dengan demikian jelas bahwa berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi No.21/PUU-XII/2014 tanggal 28 April 2015 bahwa penetapan tersangka merupakan bagian dari wewenang praperadilan. Mengingat putusan Mahkamah Konstitusi bersifat final dan mengikat, maka harus melaksanakan putusan yang telah berkekuatan hukum tetap sejak diucapkan.

 

 

 

ALASAN PERMOHONAN PRAPERADILAN

 

TERMOHON TIDAK CUKUP BUKTI DALAM MENETAPKAN PEMOHON SEBAGAI TERSANGKA

 

Bahwa berdasarkan angka I poin I.I amar Putusan Mahkamah Konstitusi Ri Nomor : 21/PUU-XII/2014 “Frasa” bukti pemulaan, “ bukti Permulaan yang cukup” dan “ bukti yang cukup” sebagaimana ditentukan dalam pasal 1 angka 14, Pasal 17 dan Pasal 21 ayat 1 undang-undang RI Nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209) bertentangan dengan Undang-undang Dasar tahun 1945 sepanjang tidak dimaknai bahwa “bukti permulaan”, “bukti permulaan yang cukup” dan “bukti yang cukup” adalah minimal 2 (dua) alat bukti yang termuat dalam Pasal 184 Undang-undang RI Nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana;

 

Bahwa berdasarkan angka 1 poin I.I aman putusan Mahkamah Konstitusi RI Nomor 21/PUU-XII/2014 tersebut diatas, maka dapat diberikan kesimpulan hukum sebagai berikut:

Seseorang hanya dapat ditetapkan sebagai Tersangka sebagaimana pengertian pasal 1 angka 14 KUHAP apabila berdasarkan 2 (dua) alat bukti yang Sah sebagaimana ketentuan Pasal 184 KUHAP diduga sebagai Pelaku Tindak Pidana;

 

Bahwa alat bukti berdasarkan Pasal 184 KUHAP adalah Keterangan Saksi, Keterangan Ahli, Surat, Petunjuk dan Keterangan Tersangka atau Terdakwa, maka seseorang hanya dapat ditetapkan sebagai tersangka apabila telah terdapat minimal 2 (dua) alat bukti dari 5 (lima) alat bukti yang disebutkan Pasal 184 KUHAP;

 

Bahwa Penetapan Tersangka oleh Termohon adalah tidak Sah karena tidak berdasarkan 2 (dua) alat bukti yang dimaksud didalam Pasal 184 KUHAP;

bahwa Pemohon tidak memiliki hubungan dengan Pasal yang diduga oleh Pemohon dan apalagi hingga menetapkan Pemohon sebagai Tersangka, hal ini diuraikan sebagai berikut :

 

Bahwa Termohon dalam menetapkan tersangka dalam dugaan tindak pidana Pencurian dengan Pemberatan sebagai mana dimaksud dalam rumusan Pasal 363 ayat (1) ke 4 jo Pasal 55 ayat (1) jo pasal 64 ayat (1) KUH Pidana oleh Kepolisian Sektor Siak Hulu kepada kepada pemohon hanya berdasarkan prasangka-prasangka yang sama sekali tidak mempertimbangkan bukti-bukti dan saksi-saksi yang selaras dengan akar permasalahan dan pihak yang berperkara;

 

Bahwa sebagaimana yang diketahui dugaan yang disandarkan kepada Pemohon adalah Tindak Pidana Pencurian dengan Pemberatan yang terjadi pada hari minggu tanggal 24 November 2019 sekira pukul 10.00 Wib sesuai dengan Surat Pemberitahuan dimulainya Penyidikan Pelapor An Alfred Paradomuan Silaban dengan Nomor SPDP/85/Xi/2019 yang pohon Kelapa Sawit tersebut diklaim milik Sonny Silaban, sudah sangat bertentangan dengan fakta yang sebenarnya karena Pemohon atas nama Muhammad Yahya Lase telah diketahui sedang sakit dan tidak pernah ke objek sengketa diperkirakan sejak bulan Oktober 2019;

 

 

Bahwa sejak tahun 2017 telah terjadi Pelaporan yang sama atas objek aquo dengan dalil Pencurian Kelapa Sawit yang lagi lagi diklaim oleh Silaban dengan Nomor Pengaduan STTP/147/VI/2017/RIAU/RES KPR/SIAK HULU tanggal 17 Juni 2017 dengan Surat Penyelidikan Nomor Sp. Lidik/147/VI/2017/Reskrim tanggal 17 Juni 2017, namun perkara yang sama dahulu hingga saat ini tidak dapat kabarnya, begitu juga dengan kepemilikan objek dan pohon Kelapa Sawit apakah milik Alm Nurbit dan ataukan milik Sonny Silaban;

 

Bahwa sudah sangat jelas, hingga saat ini Pemohon yang ditetapkan sebagai Tersangka bukan lah orang yang mengambil Kelapa Sawit, dan bukan lah pihak yang menjual Kelapa Sawit, dan tidak terbukti pula bahwa Pemohon adalah orang yang menyuruh memanen Kelapa Sawit, karenanya sudah sangat jelas dan terang kedudukan dari Pemohon diatas objek selaku Pemegang Kuasa untuk menjaga, mengurus objek sengketa;

 

 

Bahwa tidak pula dapat dipungkiri pohon Kelapa Sawit yang diklaim milik Sonny Silaban saat ini berada di dalam areal kepemilikan Ahli Waris Alm Nurbit yang dapat dilihat dari Peta objek tanah sehingga kedudukan kepemilikan pohon Kelapa Sawit masih sangat diragukan keberadaannya;

 

Bahwa pengambilan buah Kelapa Sawit telah berlangsung sejak Syamsinar (Ahli Waris Nurbit) masih hidup yang kemudian dilanjutkan oleh pemegang kuasa dan sejauh ini tidak pernah bermasalah dan tidak pernah ada pula penguasaan objek oleh Sonny Silaban terhadap pohon kelapa Sawit tersebut;

 

Bahwa Pemohon ditetapkan sebagai Tersangka dalam Kasus dugaan Tindak Pidana Pencurian dengan Pemberatan, hingga saat ini masih tidak terjawabkan, dan masih terlalu Premature dalam penetapannya, hal ini dapat menjadi acuan pertimbangan dibawah ini :

 

Apakah Pemohon yang melakukan Pencurian Kelapa Sawit tersebut
Apakah Pemohon benar berada di Kebun Kelapa Sawit tersebut sesuai waktu kejadian tindak pidana
Apakah benar Pemohon yang meneyuruh seseorang untuk melakukan pencurian
Apakah benar Pemohon yang mengambil hasil dari penjualan Kelapa Sawit tersebut
Apakah keberadaan Pemohon diatas objek berdasarkan Kuasa atau selaku pemegang Kuasa suatu perbuatan Pidana
Apakah Kelapa Sawit tersebut telah benar dan Sah serta nyata milik Sonny Silaban
Apakah lahan/tanah diatasnya telah Sah atas kepemilikan Sonny Silaban;
Apakah Surat atau alas hak yang dimiliki oleh Sonny Silaban adalah Sah, tidak cacat hukum
Apakah Surat kepemilikan Sonny Silaban telah lengkap dalam registrasi surat, sempadan tanah, serta penguasaan objek;
Apakah rangkaian perbuatan Pemohon merupakan suatu perbuatan yang dapat dipidana

 

Bahwa keseluruhan yang tertuang dalam poin diatas tidak satupun yang dapat dijelaskan oleh Termohon, melainkan  Termohon hanya mendalil apa yang disampaikan oleh Sonny Silaban dalam laporannya tanpa mempertimbangkan keadaan yang sebenarnya dan fakta yang sebenarnya;

 

Bahwa sudah dapat dipastikan bahwa Penetapan Tersangka terhadap Pemohon adalah Tidak Cukup bukti dan bertentangan dengan kebenarannya dan sudah selayaknya untuk di Batalkan;

 

 

 

PENETAPAN PEMOHON SEBAGAI TERSANGKA MERUPAKAN TINDAKAN KESEWENANG-WENANGAN DAN BERTENTANGAN DENGAN ASAS KEPASTIAN HUKUM

 

Indonesia adalah Negara Demokrasi yang menjunjung tinggi hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) sehingga asas hukum Presumption Of Innosence  atau asas praduga tidak bersalah menjadi penjelasan atas pengakuan kita tersebut. Bukan hanya kita, Negara pun telah menuangkan itu dalam konstitusinya ( UUD 1945 pasal 1 ayat 3 ) yang berbunyi “Negara Indonesia adalah Negara hukum, artinya kita semua tunduk terhadap hukum dan HAM serta mesti terejewantahkan dalam kehidupan kehidupan berbangsa dan bernegara kita termasuk dalam proses penegak hukum. Jika ada hal yang kemudian menyamping hukum dan hak asasi manusia tersebut. Maka Negara wajib turun tangan melalui perangkat-perangkat hukumnya untuk menyelesaikan;

 

Bahwa sudah umum bilamana kepastian menjadi bagian dari suatu hukum, hal ini lebih diutamakan untuk norma hukum tertulis. Hukum tanpa nilai kepastian akan kehilangan jati diri serta maknanya, karena tidak lagi dapat digunakan sebagai pedoman perilaku setiap orang. Kepastian sendiri hakikatnya merupakan tujuan utama dari hukum, apabila dilihat secara historis banyak perbincangan yang telah dilakukan mengenai hukum semenjak Montesquieu mengeluarkan gagasan mengenai pemisahan kekuasaan. Keteraturan masyarakat berkaitan erat dengan kepastian dalam hukum, karena keteraturan merupakan inti dari kepastian itu sendiri.

 

 

Keteraturan akan menyababkan seseorang hidup secara berkepastian dalam melakukan kegiatan yang diperlukan dalam kehidupan masyarakat, menurut sudikno mertukusumo kegiatan hukum merupakan sebuah jaminan bahwa hukum tersebut harus dijalankan dengan cara yang baik. Kepastian hukum menghendaki adanya upaya pengaturan hukum dalam perundang-undangan yang dibuat oleh pihak yang berwenang dan berwibawa, sehingga aturan-aturan itu memiliki aspek yuridis yang dapat menjamin adanya kepastian bahwa hukum  berfungsi sebagai suatu peraturan yang harus ditaati.

 

 

Bahwa Oemar seno adji menentukan prinip ‘legality’ merupakan karakteristik yang essentieel, baik ia ditemukan oleh ‘rule of law’-konsep, maupun oleh faham ‘rechtsaat’ dahulu, maupun oleh konsep ‘socialist legality’ demikian misalnya larangan berlakunya hukum pidana rektoaktif atau retrospective, larangan analogi, berlakunya aza ‘nullum delictum’ dalam hukum pidana, kesemuanya itu merupakan satu refleksi dari prinsip ‘legality’.

 

 

Bahwa pengguaan kewenangan oleh Termohon sudah sangat jelas dan terang merupakan pengguaan yang sewenang-wenang yang tentu tidak dapat dibenarkan secara hukum dan peraturan perundang-undangan;

 

Bahwa keberanian Termohon dalam penetapan Pemohon sebagai Tersangka merupakan pengunaan kewenangan yang Salah yang tidak selaras dengan keadaan dan fakta hukum yang ada, hal ini lebih diduga atas adanya kepentingan dan kewenangan yang digunakan oleh Termohon secara sewenang-wenang;

 

 

Bahwa dalam hukum adminitrasi Negara badan/pejabat tata usaha Negara dilarang melakukan penyalahgunaan wewenang. Yang dimaksud dengan penyalahgunaan wewenang meliputi melampaui wewenang, mencampuradukkan wewenang dan bertindak sewenang-wenang. Melampaui wewenang adalah melakukan tindakan diluar wewenang yang telah ditentukan berdasarkan perundang-undangan tertentu. Mencampuradukan wewenang dimana asas tersebut memberikan petunjuk bahwa “pejabat pemerintah atau alat adminitrasi Negara tidak boleh bertindak diatas sesuatu yang bukan merupakan wewenangnya atau menjadi wewenang pejabat atau badan lain”. Menurut sjachran basah “abus de droit” (tindakan sewenang-wenang), yaitu perbuatan pejabat yang tidak sesuai dengan tujuan diluar lingkungan ketentuan perundang-undangan. Pendapat ini mengandung pengertian untuk menilai ada tidaknya penyalahgunaan wewenang dengan melakukan pengujian dengan bagaimana tujuan dari wewenang tersebut diberikan (asas spesialistas);

 

 

Bertindak sewenang wenang juga dapat diartikan menggunakan wewenang (hak dan kekuasaan untuk bertindak) melebihi apa yang sepatutnya dilakukan sehingga tindakan dimaksud bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Penyalahguaan wewenang juga telah diatur dalam pasal17 undang-undang nomor 30 tahun 2014 tentang adminitrasi pemerintah disebutkan bahwa syarat sahnya sebuah keputusan, yakni meliputi;

Ditetapkan oleh penjabat yang berwewenang
Dibuat sesuai prosedur
Subtansi yang seseuai dengan objek keputusan

  

 

Bahwa sebagaimana telah pemohon uraikan diatas,    bahwa penetapan tersangka pemohon dilakukan dengan tidak terpenuhinya prosedur menurut ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

 

Sehingga apabila sesuai dengan ulasan pemohon dalam permohonan A Quo sebagaimana diulas panjang lebar dalam ulasan permohonan praperadilan ini dilakukan tidak menurut ketentuan hukum yang berlaku, maka seyogyanya menurut pasal 56 ayat (1) dan ayat (2) umdamg-undang nomor 30 tahun 2014 tentang adminitrasi pemerintah adalah sebagai berikut;

“keputusan yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 52 ayat (1) huruf a merupakan keputusan yang tidak sah”
Keputusan yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam pasal 52 ayat (1) huruf b dan c merupakan yang batal atau dapat dibatalkan.

 

 

Berdasarkan ulasan mengenai sah dan tidaknya sebuah keputuasan apabila dihubungkan  dengan tindakan hukum yang dilakukan oleh Termohon kepada Pemohon dengan menetapkan pemohon sebagai Tersangka yang dilakukan dan ditetapkan oleh prosedur yang tidak benar, maka majelis hakim Pengadilan Negeri Bangkinang yang memeriksa dan mengadili perkara A Quo dapat menjatuhkan  putusan bahwa segala yang berhubungan dengan penetapan tersangka terhadap Pemohon dapat dinyatakan merupakan keputusan yang tidak sah dan dapat dibatalkan menurut hukum.

 

 

PENANGKAPAN DAN PENAHANAN TERHADAP PEMOHON TIDAK CUKUP BUKTI DAN MERUPAKAN TINDAKAN YANG SEWENANG-WENANG TERMOHON

 

Bahwa penangkapan terhadap Pemohon memang merupakan hak dan kewenangan dari pihak Penyidik yang dilindungi oleh undang-undang namun apabila tersangka yang ditangkap berdasarkan kesewenang-wenang jelas dan terang merupakan Perampasan Hak Asasi sebagaimana yang telah diatur jelas dalam Pasal 24D ayat (1) Undang-undang Dasar 1945 Jo Pasal 21 KUHAP, dan ketentuan-ketentuan tersebut berbunyi :

Pasal 28D ayat (1) Undang-undang Dasar 1945 yang berbunyi “ Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil, serta perlakuan yang sama dihadapan hukum”
Pasal 9 ayat (1) Kovenan Internasional Hak-hak Sipil dan Politik, menyatakan “ Setiap orang berhak atas kebebasan dan keamanan pribadi, tidak seorang pun dapat ditangkap atau ditahan secara sewenang-wenang, tidak seorang pun dapat dirampas kebebasannya kecuali berdasarkan alasan-alasan yang sah sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan oleh hukum”
Pasal 10 ayat (1) Kovenan Internasional Hak-hak Sipil dan Politik, menyatakan “ Setiap orang yang dirampas kebebasannya wajib diperlakukan secara manusiawi dan dengan menghormati martabat yang melekat pada diri manusia”

 

Bahwa untuk melakukan penangkap Termohon harusnya mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut :

Pasal 16 ayat (1) PerKapolri Nomor 8 tahun 2009 yang berbunyi “ (1) dalam melaksanakan Penangkapan wajib mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut

Keseimbangan antara tindakan yang dilakukan dengan bobot ancaman
Senantiasa menghargai/menghormati hak-hak tersangka yang ditangkap
Tindakan penangkapan bukan merupakan penghukuman bagi tersangka

 

Bahwa Pemohon yang semulanya Saksi dalam pemeriksaan belum pernah untuk ditetapkan sebagai Calon Tersangka oleh Termohon, karenanya pada tanggal 8 Februari 2020 Pemohon mendapat Telpon dari salah seorang untuk memediasikan permasalahan tanah dan kelapa sawit antara Ahli Waris Nurbit dengan Sonny Silaban, namun ketika Pemohon tiba ditempat yang dijanjikan, Pemohon ditangkap oleh Termohon dengan menyodorkan Surat Perintah Penangkapan Nomor SIP.Kap/17/II/2019/Reskrim dan Surat Perintah Penangkapan Nomor SIP.Kap/18/II/2019/Reskrim dan pada tanggal 9 Februari 2020 Pemohon ditahan berdasarkan Surat Perintah Penahanan Nomor Sp. Han/17/II/2020/Reskrim dan Surat Perintah Penahanan Nomor Sp. Han/18/II/2020/Reskrim hingga tanggal 28 Februari 2020;

 

Bahwa tertanggal 29 Februari 2020, Termohon memperpanjang masa penahanan Pemohon dengan mengeluarkan Surat Perintah Perpanjangan Penahanan Nomor SP.Han/17.b/II/2020/Reskrim dan Surat Perintah Perpanjangan Penahanan Nomor SP.Han/18.b/II/2020/Reskrim hingga tanggal 08 April 2020;

 

 

Bahwa merujuk pada ketentuan Pasal 20 KUHAP, terdapat tujuan penahanan yakni:

Untuk kepentingan penyidikan, penyidik, atau penyidik pembantu atas perintah penyidik yang berwenan melakukan penahanan;
Untuk kepentingan penuntutan, penuntut umum berwenang melakukan penahanan atau penahanan lanjutan;
Untuk kepentingan pemeriksaan hakim di sidang pengadilan dengan penetapannya berwenang melakukan penahanan;

 

Bahwa setelah adanya penangkapan dan penahanan Pemohon oleh Termohon, Termohon mengundang Ahli Waris Alm Nurbit untuk menghadap ke Kepolisian Sektor Siak Hulu pada tanggal 19 Februari 2020 untuk dipertemukan dengan pihak Sonny Silaban dalam pembahasan upaya perdamaian;

 

Bahwa setelah dipertemukan di Kepolisian Sektor Siak Hulu terdapat pembahasan perdamaian yang saling bertentangan dengan kasus yang sedang diperiksa oleh Termohon yang pada intinya Ahli Waris Alm Nurbit harus melepaskan hak tanah seluruhnya kepada Sonny Silaban dan dengan demikian maka perkara atas nama Pemohon dianggap selesai;

 

 

Bahwa perdamaian yang dimediasi oleh Termohon berlanjut pada tanggal 20 Februari 2020 yang dihadiri langsung oleh Ahli Waris Alm Nurbit selaku pemilik tanah dan kemudian dihadirkan juga Sonny Silaban yang mengaku mempunyai objek dan mengklaim kepemilikan Kelapa Sawit;

 

Bahwa terjadi keanehan dan kesewenang-wenangan dari Termohon yang notabenenya kasus yang diperiksa merupakan kasus pencurian buah Kelapa Sawit namun dalam mediasi membahas atas kepemilikan objek tanah, dan lebih cenderung kepada Ahli Waris untuk menyerahkan objek tanah agar permasalahan ini selesai;

 

 

Bahwa besar dugaan kami, Termohon menggunakan kewenangannya secara kesewenang-wenangan dalam melakukan Penangkapan dan Penahanan terhadap Pemohon yang tujuan Penangkapan tersebut tidak lagi sebagai yang dianjurkan dalam Pasal 20 KUHAP tersebut, namun lebih kepada kepentingan Sonny Silaban dalam menguasai objek sengketa;

 

Bahwa dalam hal kesewenang-wenangan ini sangat diduga keras Termohon “menyandera” Pemohon agar Ahli Waris Alm Nurbit menyerahkan secara utuh objek sengketa kepada Sonny Silaban;

 

Bahwa tidak hanya itu, ketika kami penasehat hukum mendatangi tempat Termohon untuk menjenguk Pemohon, kami selaku Penasehat Hukum tidak dizinkan dengan dalil waktu bezuk hanya berlaku untuk hari Selasa dan Kamis, yang padahal selaku Penasehat Hukum juga memiliki hak demi kepentingan pembelaan terhadap klien, sebagaimana yang diamanahi oleh pasal 70 ayat (1) “ Penasehat Hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 berhak menghubungi dan berbicara dengan tersangka pada tingkat pemeriksaan dan setiap waktu untuk kepentingan pembelaan perkaranya”

 

Bahwa dengan perdebatan panjang dengan pihak Termohon, yang akhirnya membolehkan perjumpaan dengan Pemohon, telah terjadi banyak penekanan dari Termohon kepada Pemohon yang terlebih lagi Termohon memerintahkan kepada Pemohon untuk membuat suatu pernyataan bahwa dalam kasus pencurian Kelapa Sawit merupakan perintah dari pemilik objek (Sarlis Nur);

 

Bahwa tidak hanya itu, pada tanggal 20 Februari 2020 sekiranya pukul 14.00 Wib, setalah adanya mediasi antara Pemilik lahan (Sarlis Nur / Ahli Waris Alm Nurbit), terjadi pertemuan yang tidak dibenarkan oleh undang-undang, antara Termohon dengan Adik Kandung Pemohon, dan Istri Kandung Pemohon dan diahadiri juga oleh rombongan-rombongan dari pihak yang terkait dengan objek sengketa, yang pada prinsipnya pemilik lahan mendapat tekanan agar segera menandatangani semua keinginan dari Termohon yaitu memberi secara utuh objek tanah kepada Sonny Silaban selaku Pelapor dalam perkara Pemohon;

 

Bahwa setelah pertemuan itu, rumah Ahli Waris selalu saja didatangani oleh oleh istri dan adik dari Pemohon yang seolah-oleh Penahanan terjadi kepada Pemohon merupakan akibat dari Ahli Waris yang tidak mengikuti kehendak dari Termohon;

 

Bahwa dengan demikian perbuatan dimaksud telah terang bertentangan dengan dalam Pasal 14 huruf K Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 14 tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia (Perkapolri Kode Etik), berbunyi :

“ Setiap Anggota Polri dalam melaksanakan tugas hukum sebagai Penyidik, Penyidik Pembantu, dan penyidik, dilarang:

Melakukan hubungan atau pertemuan secara langsung atau tidak langsung diluar kepentingan dinas dengan pihak-pihak terkait dengan perkara yang sedang ditangani;

 

Bahwa sampai detik ini, Pemohon masih kebingungan dengan semua prosedur yang dilakukan oleh Termohon yang noatebenya tidak lagi mengedapankan alat bukti, keterangan saksi, dan fakta hukum yang sebenarnya, dan pertimbangan-pertimbangan yang sangat lemah dalam memahami suatu tindak pidana, ditambah lagi tidak mendalami terhadap perkara yang sedang diperiksa sehingga dengan sewenang-wenang melakukan penangkapan dan penahanan tanpa meninjau terlebih dahulu apakah Pemohon adalah orang yang tepat dan layak untuk ditangkap atau ditahan;

 

Bahwa dengan uraian lengkap yang dalam penetapan tersangka Pemohon, banyak terjadi kesengjangan dan kesewenang-wenangan sehingga tidak dapat ditolerir apabila Termohon melakukan Penangkapan dan Penahanan dengan dasar yang sangat lemah;  

 

 

Bahwa jika diurutkan dari seluruh uraian dari penetapan Pemohon sebagai Tersangka, Penangkapan dan Penahanan sangat diduga merupakan suatu perbuatan yang sewenang-wenang Termohon sehinga seluruh proses dimaksud haruslah dibatalkan oleh hukum;

 

 

KEPOLISIAN SEKTOR SIAK HULU TIDAK BERWENANG

 

Bahwa akar permasalahan objek aquo merupakan permasalah objek tanah yang masing-masing pihak memiliki kepemilikan alas hak begitu juga dengan kepemilikan tanaman diatasnya;

 

Bahwa Ahli Waris Alm Nurbit memiliki objek aquo berdasar Surat Pernyataan Tidak Sengketa tertanggal 1 Januari 1984 yang diterbitkan oleh Desa Teluk Kenidai, Kecamatan Tambang, sedangkan Sonny Silaban memiliki alas hak yang hingga saat ini tidak diketahui, namun dibenarkan oleh Aparatur Pemerintahan Desa telah terbit di Desa Kubang Jaya, Kecamatan Siak Hulu;

 

 

Bahwa terhadap objek sengketa dimaksud yang diatasnya terdapat tanaman Kelapa Sawit, hingga saat ini belum ada penetapan Tapal Batas yang jelas oleh Pemerintahan Kabupaten Kampar, sehingga Kepolisian Sektor Siak Hulu tidak dapat berpedoman pada keterangan aparatur pemerintah Desa dan Kecamatan melainkan harus berpedoman pada Berita Acara Penetapan Tapal Batas yang dikeluarkan oleh Bupati Kampar;

 

Bahwa sesuai dengan Peraturan Mentri dalam Negeri Nomor 45 tahun 2016 tentang Pedoman Penetapan dan Penegasan Batas Desa, tertuang jelas pada pasal 18 ayat (3) yang berbunyi “ Penyelesaian perselisihan batas desa antar desa pada wilayah kecamatan yang berbeda dalam satu wilayah kabupatan atau kota diselesaikan secara musyawarah atau mufakat, yang difasilitasi oleh Bupati/Walikota dituangkan dalam berita Acara ”;

 

 

Bahwa Tata Pemerintahan Kabupaten Kampar telah memproses dan sedang melakukan peninjauan atas lokasi objek aquo namun hingga saat ini belum ada Keputusan final, sehingga kedudukan objek masih sangat di ragukan apakah berada di Desa Teluk Kenidai, Kecamatan Tambang atau di Desa Kubang Jaya, Kecamatan Siak Hulu;

 

Bahwa Kepolisian Sektor Siak Hulu terkesan mendahulu kewenangan dari Pemerintahan Kabupaten Kampar dalam penangan kasus yang dimaksud, yang apabila dikemudian hari diketahui objek Aquo berada di Desa Teluk Kenidai, Kecamatan Tambang, maka sudah sangat jelas Kepolisian Sektor Siak Hulu tidak berwenang dalam menangani perkara ini, dan sepatutnya ditangani oleh Kepolisian Sektor Tambang;

 

 

Bahwa segala sesuatu keterangan, dan atau pun pernyataan baik dari aparatur Pemerintahan Desa dan atau Camat, untuk saat ini tentu tidak dapat dibenarkan selama Keputusan Mutlak sesuai amanat Permendagri Nomor 45 tahun 2016 belum dijalankan;

 

Bahwa dengan tidak adanya kedudukan dan kejelasan terhadap objek perkara (diatas tanaman Kelapa Sawit) hingga saat ini belum ada penetapan Tapal Batas dan atau belum ada Berita Acara tapal batas oleh Pemerintahan Kabupaten seharusnya Kepolisian Sektor Siak Hulu mendalami dan memahami kewenangan wilayah terlebih dahulu sebelum memeriksa perkara apakah dalam ruang lingkup kewenangannya atau kewenangan wilayah Kepolisian lain;

 

Bahwa penggunaan kewenangan dalam wilayah hukum sangat butuh kehatian-hatian karenanya setiap wilayah bertanggungjawab atas kejadian-kejadian dugaan pidana, dan segala sesuatu yang terjadi diluar kewenangan wilayah hukum, tentu tidak menjadi tanggungjawab dan tidak boleh ikut serta bertindak apalagi sampai memproses perkara, sebagaimana perkara aquo;

 

 

PIHAK PEMILIK KELAPA SAWIT YANG MELAPORKAN PEMOHON BERSTATUS SEBAGAI TERLAPOR DI KEPOLISIAN RESORT KAMPAR

 

Bahwa sebagai pengetahuan, dari dulu hingga saat ini selalu saja ada pihak yang mengakui dan merasa memiliki objek perkara yang diatasnya ada tanaman Kelapa Sawit, padahal sejatinya Ahli Waris Alm Nurbit merupakan tuan rumah yang berada didalam objek yang kepemilikannya diakui oleh seluruh sempadan yang tidak pernah berubah hingga saat ini;

 

Bahwa kehadiran Sonny Silaban yang merupakan pihak Pelapor Pemohon telah ada diperkirakan sejak tahun 2016 dengan menyodorkan bukti Kepemilikan objek lahan dan Kelapa Sawit dengan sebuah Surat Keterangan Ganti yang diterbitkan oleh Desa Teratak Buluh;

 

 

Bahwa kepemilikan dimaksud telah diperiksa dan dicek keabsahannya di Pemerintahan Desa Teratak Buluh namun surat yang dimiliki tidak Terdaftar dan terindikasi Palsu;

 

Bahwa dalam perkara aquo, Termohon menerima laporan Sonny Silaban atas dasar yang baru yakni kepemilikan alas hak yang terbit tahun 2017 oleh Pemerintahan Desa Kubang Jaya, Kecamatan Siak Hulu, namun hingga saat ini alas hak dimaksud tidak pernah diperlihatkan baik oleh Sonny Silaban maupun oleh Termohon;

 

 

Bahwa dengan banyaknya dalil yang tidak dapat dipertahankan dan sangat diragukan keberadaan kepemilikannya Sonny Silaban yang notabenenya merupakan Pelapor Pemohon, saat ini sedang diproses di Kepolisian Resort Kampar dengan Nomor Laporan LP/18/I/2020/Res Kampar tertanggal 15 januari 2020 dengan bukti Surat Tanda Terima Laporan Polisi Nomor STPL-LP/05/I/2020/RIAU/RES KAMPAR dalam dugaan tindak pidana Penyerobotan dan Pemalsuan;

 

 

Berdasarkan pada argument dan fakta-fakta yuridis diatas, pemohon bermohon kepada Majelis Hakim Pengadilan Negeri Bangkinang yang memeriksa  dan mengadili perkara aquo berkenan memutus perkara ini sebagai berikut;

 

Menyatakan menerima dan mengabulkan permohonan Pemohon untuk seluruhnya;
Menyatakan tindakan Termohon menetapkan Pemohon sebagai Tersangka dengan dugaan “Pencurian dengan Pemberatan” sebagai mana dimaksud dalam rumusan Pasal 363 ayat (1) ke 4 jo Pasal 55 ayat (1) jo pasal 64 ayat (1) KUH Pidana adalah tidak sah dan tidak berdasarkan atas hukum dan oleh karenanya penetapan tersangka A Quo tidak mempunyai hukum mengikat.
Menyatakan tidak sah segala keputusan atau penetapan yang dikeluarkan lebih lanjut oleh Termohon.
Memerintahkan kepada Termohon untuk menghentikan penyidikan terhadap Pemohon.
Memerintahkan kepada Termohon untuk segera membebaskan Pemohon dari tahanan.
Memulihkan hak Pemohon dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya.
Menghukum Termohon untuk membayar apabila ada biaya-biaya yang timbul dalam perkara ini;

 

Pemohon sepenuhnya memohon kebijaksaan yang terhormat majelis hakim Pengadilan Negeri Bangkinang yang memeriksa, mengadili dan memberikan putusan terhadap perkara aquo dengan tetap berpegang prinsip keadilan, kebenaran dan rasa kemanusiaan.

 

Apabila yang terhormat majelis hakim pengadilan negeri Jakarta selatan yang memeriksa pemohon aquo berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono);

 

                     Pekanbaru, 02 Maret 2020

Hormat kami kuasa Pemohon

 

 

IKHSAN, SH

 

FADHLI RAZEB SANJANI, SH.,MH

 

MARWAN, SH

 

BUHA TUMPAK HARTUA MANIK, SH

 

 

Pihak Dipublikasikan Ya