Sistem Informasi Penelusuran Perkara
PENGADILAN NEGERI BANGKINANG
INFORMASI DETAIL PERKARA



Nomor Perkara Pemohon Termohon Status Perkara
1/Pid.Pra/2022/PN Bkn Dr.H.Anthony Hamzah MP Pemerintah Negara Republik Indonesia Cq Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Cq Kepala Kepolisian Daerah Riau Cq Kepala Kepolisian Resor Kampar Minutasi
Tanggal Pendaftaran Kamis, 13 Jan. 2022
Klasifikasi Perkara Sah atau tidaknya penetapan tersangka
Nomor Perkara 1/Pid.Pra/2022/PN Bkn
Tanggal Surat Kamis, 13 Jan. 2022
Nomor Surat reg.no1/Pid.pra/2022/pn.bkn
Pemohon
NoNama
1Dr.H.Anthony Hamzah MP
Termohon
NoNama
1Pemerintah Negara Republik Indonesia Cq Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Cq Kepala Kepolisian Daerah Riau Cq Kepala Kepolisian Resor Kampar
Kuasa Hukum Termohon
Petitum Permohonan
 
Kepada Yang Terhormat,
Ketua Pengadilan Negeri Bangkinang
Di
Bangkinang
 
Perihal : Permohonan Praperadilan
 
Dengan Hormat,
 
Perkenankan Kami:
 
SAMARATUL FUAD, S.H.
DISNA RIANTINA, S.H., M.H.
ERIK SEPRIA, S.H.I., M.H.
ABDUL JABBAR, S.H.
Mh. FADIL Mz, S.H. 
MEDI AFRIZAL, S.H.I.
 
Adalah Advokat/Pengacara dan Konsultan Hukum Pada Kantor “ EQUALITY LAW FIRM” berkantor di Jalan Hang Lekiu II No. 41 Kebayoran Baru Jakarta Selatan, 12120 berdasarkan surat kuasa khusus tertanggal 12 Januari 2022 baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama dalam hal ini bertindak untuk dan atas nama:
 
Dr. H. ANTHONY HAMZAH, MP, Tempat Tanggal Lahir Bangkinang 04 Mei 1968, Warga Negara Indonesia, Pekerjaan Pegawai Negeri Sipil, Alamat di Jalan Serasi Komp Gren Serasi Nomor C1, RT 006, RW 006, Kelurahan/Desa Tobek Godang, Kecamatan Tampan, Kota Pekanbaru Riau NIK 1471090405680002;
 
Selanjutnya disebut sebagai _____________________________PEMOHON
 
Dalam hal ini pemohon mengajukan Permohonan Praperadilan terhadap:
 
Pemerintah Republik Indonesia cq. Presiden Republik Indonesia Cq. Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Cq. Kepala Kepolisian Daerah Riau Cq. Kepala Kepolisian Resort Kampar yang beralamat di Jalan Prof. Moh. Yamin SH 455, Bangkinang Kabupaten Kampar Rau.
 
Selanjutnya disebut sebagai____________________________TERMOHON  
 
Dalam hal ini Pemohon mengajukan Permohonan Praperadilan secara tertulis dan telah didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Negeri Bangkinang. Adapun hal-hal yang dikemukakan yang menjadi dasar atau dalil-dalil dalam Permohonan Pemohon adalah sebagai berikut:
 
I. DASAR HUKUM PERMOHONAN PRAPERADILAN
1. Perlu dipahami dan diketahui bahwa terlahirnya lembaga Praperadilan adalah karena terinspirasi oleh prinsip-prinsip yang bersumber dari adanya hak Habeas Corpus dalam sistem peradilan Anglo Saxon, yang memberikan jaminan fundamental terhadap hak asasi manusia khususnya hak kemerdekaan. Habeas Corpus Act memberikan hak pada seseorang melalui suatu perintah pengadilan menuntut pejabat yang melaksanakan hukum pidana formil tersebut agar tidak melanggar hukum (ilegal) atau tugasnya melaksanakan hukum pidana formil tersebut benar-benar sah sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Hal ini untuk menjamin bahwa perampasan ataupun pembatasan terhadap kemerdekaan terhadap seseorang tersangka atau terdakwa itu benar-benar telah memenuhi ketentuan hukum yang berlaku maupun jaminan hak-hak asasi manusia.
 
2. Bahwa keberadaan lembaga Praperadilan sebagaimana diatur dalam BAB X Bagian Kesatu KUHAP dan BAB XII Bagian Kesatu KUHAP jo. Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Kepolisian Republik Indonesia, secara jelas dan tegas mengatakan sebagai sarana kontrol atau pengawasan horizontal untuk menguji keabsahan penggunaan wewenang oleh aparat penegak hukum (Penyelidik/Penyidik) sebagai upaya koreksi terhadap penggunaan wewenang apabila dilaksanakan secara sewenang-wenang dengan maksud/tujuan lain diluar dari yang ditentukan secara tegas dalam KUHAP, guna menjamin perlindungan terhadap hak asasi setiap orang termasuk dalam hal ini Pemohon.
 
3. Bahwa lembaga Praperadilan sebagaimana diatur dalam Pasal 77 s/d 83 KUHAP adalah suatu lembaga yang berfungsi untuk menguji apakan tindakan/upaya paksa yang dilakukan oleh Penyidik/Penuntut Umum apakah sudah sesuai dengan Undang-Undang dan tindakan tersebut telah dilengkapi administrasi Judisial penyidikan secara cermat atau tidak dan sesuai dengan ketentuan yang ada , karena pada dasarnya tuntutan Praperadilan menyangkut sah tidaknya tindakan penyidik atau penuntut umum di dalam melakukan penyidikan atau penuntutan.
 
4. Tujuan Praperadilan seperti yang diamanatkan dalam Pasal 80 KUHAP adalah menegakan hukum, keadilan, kebenaran melalui sarana pengawasan horizontal, sehingga esensi dari Praperadilan adalah untuk mengawasi tindakan upaya paksa yang dilakukan oleh penyidik atau penuntut umum terhadap tersangka benar-benar dilaksanakan sesuai ketentuan undang-undang, dilakukan secara profesional dan bukan tindakan yang bertentangan dengan hukum sebagaimana diatur dalam KUHAP atau perundang-undangan lainnya.
 
5. Menurut Ahli S. Tanusubroto menyatakan bahwa keberadaan lembaga Praperadilan sebenarnya memberikan peringatan:
a. Agar penegak hukum harus hati-hati dalam melakukan tindakan hukumnya dan setiap tindakan hukum harus didasarkan kepada ketentuan hukum yang berlaku, dalam arti ia harus mampu menahan diri serta menjauhkan diri dari tindakan sewenang-wenang.
b. Ganti rugi dan rehabilitasi merupakan upaya untuk melindungi warga negara yang diduga melakukan kejahatan yang nyata tanpa didukung dengan bukti-bukti yang meyakinkan sebagai akibat dari sikap dan perlakuan penegak hukum yang tidak mengindahkan prinsip hak-hak asasi manusia.
c. Hakim dalam menentukan ganti kerugian harus memperhitungkan dan mempertimbangkan dengan seksama baik untuk kepentingan orang yang dirugikan maupun dari sudut kemampuan finansial pemerintah dalam memenuhi dan melaksanakan putusan hukum.
d. Kejujuran yang menjiwai KUHAP harus diimbangi dengan integritas dan dedikasi dari aparat penegak hukum, karena tanpa adanya keseimbangan itu semuanya akan sia-sia belaka. 
 
Pendapat ahli ini dikuatkan juga oleh pendapat dari Ahli Indriyanto Seno Adji bahwa KUHAP menerapkan lembaga Praperadilan untuk melindungi seseorang dalam pemeriksaan pendahuluan terhadap tindakan-tindaan kepolisian dan atau kejaksaan (termasuk Termohon sebagai salah satu institusi yang juga berhak menyidik) yang melanggar hukum dan merugikan seseorang (Incasu Pemohon) dimana lembaga Praperadilan ini berfungsi sebagai lembaga pengawas terhadap upaya paksa yang dilaksanakan oleh pejabat penyidik dalam batasan tertentu.
 
6. Bahwa apa yang diuraikan diatas, Lembaga Praperadilan sebagai upaya pengawas penggunaan wewenang guna menjamin perlindungan hak asasi manusia, telah dituangkan secara tegas dalam konsiderans menimbang huruf a dan c KUHAP dengan sendirinya menjadi spirit atau ruh atau jiwanya KUHAP yang berbunyi:
a. “Bahwa Negara Republik Indonesia adalah Negara Hukum berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 yang menjunjung tinggi hak asasi manusia serta yang menjamin segala warganegara bersama kedudukannya di dalam hukum dan pemerintah dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya”.
b. “Bahwa pembangunan hukum nasional yang demikian itu di bidang hukum acara pidana adalah agar masyarakat menghayati hak dan kewajibannya dan untuk meningkatkan pembinaan sikap para pelaksanaan penegak hukum sesuai dengan fungsi dan wewenang masing-masing ke arah tegaknya hukum, keadilan dan perlindungan terhadap harkat dan martabat manusia, ketertiban serta kepastian hukum demi terselenggaranya negara hukum sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945”.
 
Hal ini juga ditegaskan dalam penjelasan umum KUHAP tepatnya pada angka 2 paragraf ke-6 yang berbunyi:
“------- Pembangunan yang sedemikian itu dibidang hukum acara pidana bertujuan agar masyarakat dapat menghayati hak dan kewajibannya dan agar dapat dicapai serta ditingkatkan pembinaan sikap para pelaksana penegak hukum sesuai dengan fungsi dan wewenang masing-masing kearah tegak mantabnya hukum, keadilan dan perlindungan yang merupakan pengayoman terhadap keluhuran harkat serta martabat manusia, ketertiban dan kepastian hukum demi tegaknya Republik Indonesia sebagai negara hukum sesuai dengan Pancasila dan Undang-Undag Dasar 1945”. 
 
7. Bahwa permohonan yang diajukan dalam pemeriksaan Praperadilan selain daripada persoalan sah atau tidaknya penangkapan, penahanan,penyitaan,penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan maupun ganti kerugian dan/atau rehabilitasi bagi seseorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan (pasal 77 KUHAP), juga meliputi tindakan lain sebagaimana ditentukan secara tegas dalam ketentuan Pasal 95 menyebutkan bahwa:
(1) Tersangka terdakwa atau terpidana berhak menuntut ganti kerugian karena ditangkap, ditahan, dituntut dan diadili atau dikenakan tindakan lain tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan.
(2) Tuntutan ganti kerugian oleh tersangka atau ahliwarisnya atas penangkapan atau penahanan serta tindakan lain tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orang atau hukum yang diterapkan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) yang perkaranya tidak diajukan ke Pengadilan Negeri, diputus sidang Praperadilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77.
Dengan kata lain Pasal 95 ayat (1) dan (2) pada pokoknya merupakan tindakan penyidik atau penuntut umum dalam rangka menjalankan wewenangnya yang dilakukan tanpa alasan hukum, sehingga melanggar Hak Asasi atau harkat martabat kemanusiaan atau merugikan seseorang, in casu adalah Pemohon. oleh karena itu tindakan lain yang dilakukan oleh Termohon menjadi objek Praperadilan.
 
8. Bahwa kemudian melalui Putusan Mahkamah Konstitusi No. 21/PUU-XII/2014 tanggal 28 April 2015 memperkuat diakuinya lembaga praperadilan juga dapat memeriksa dan mengadili keabsahan penetapan tersangka yang isinya itinya mengatakan “Pasal 77 huruf a Undang-Undang Republik Indonesia tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1981 nomor 76 Tambahan Lembaga Negara Republik Indonesia Nomor 3209) bertenangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sepanjang tidak dimaknai termasuk penetapan tersangka, Penggeledahan dan penyitaan”. Dengan demikian, berdasarkan keputusan Mahkamah ini bahwa penetapan Tersangka merupakan bagian dari wewenang praperadilan.
    
9. Bahwa mendasari Subtansi pada point 7 dan 8 diatas maka Pemohon menjelaskan sebagai berikut:
a. Tindakan lain dalam hal ini menyangkut pelaksanaan wewenang Penyidik Kepolisian Polres Kampar diantaranya berupa menetapkan Pemohon menjadi Tersangka.
 
b. Penetapan sebagai tersangka, Khususnya dalam perkara tindak pidana umum sebagaimana yang dituduhkan kepada Pemohon berdasarkan Pasal 170 ayat (1) KUHP, Pasal 368 KUHP dan Pasal 335 ayat (1) KUHP jo. Pasal 55, 56 KUHP akan menimbulkan akibat hukum berupa terampasnya hak maupun harkat martabat Pemohon.
 
c. Bahwa dengan ditetapkannya Pemohon menjadi Tersangka tanpa melalui prosedur hukum yang benar sebagaimana ditentukan dalam KUHAP, maka nama baik dan kebebasan Pemohon telah dirampas.
 
d. Tindakan lain yang dilakukan oleh Termohon menetapkan Pemohon sebagai Tersangka adalah cacat yuridis, tindakan Termohon tersebut masih diikuti tindakan lain berupa penetapan Daftar Pencaharian Orang (DPO) adalah merupakan pembunahan karakter yang berdampak tercemarnya nama baik Pemohon, Keluarga, dan intitusi Pemohon sebagai aparatur sipil negara (ASN) pada lembaga Pendidikan yang sah. 
 
e. Bahwa akibat tindakan hukum yang dilakukan oleh Termohon secara sewenang-wenang kepada Pemohon telah mengakibatkan kerugian baik moril maupun materil. Kerugian moril sulit ditentukan besarnya sebagai seorang Dosen di Insitutsi Universitas Riau sedangkan kerugian materil Rp. 1.000.000.000,- (satu miliyar rupiah).
 
f. Tindakan lain yang dilakukan oleh Termohon berupa pembeberan  kepada media massa secara Tendencius merupakan tindakan melanggar azas premsumption of innoceance (praduga tak bersalah) yang mengungkapkan kepada publik status Pemohon sebagai Tersangka yang sama sekali tuduhan tersebut tidak pernah dikonfirmasi kepada Pemohon.
 
g. Bahwa tindakan Termohon yang cacat yuridis sebagaimana Pemohon maksud diatas dibuktikan dengan perkara a quo yang diawali dengan tindakan yuridis berupa dikeluarkan Surat Perintah Penyidikan Nomor: Sprint.Sidik / 03.a / IX/2021 / Reskrim tanggal 09 September 2021, dan pada hari yang sama diterbitkan Surat Pemberitahuan dimulainya Penyidikan atasnama tersangka Dr. Ir. Anthony Hamzah, MP als ANTONI in casu Pemohon dengan Surat Nomor SPDP / 75 / IX /RES.1.10/2021/Reskrim. Kemudian keesokan harinya surat SPDP tersebut disebarkan dan diumumkan melalui media masa tentang status Tersangka Pemohon.
 
h. Bahwa pada tanggal 09 September 2021 Termohon mengeluarkan surat perintah penyidikan bersamaan dengan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan dan kemudian menetapkan pemohon dengan status sebagai Tersangka, sehingga ada beberapa prosedur yang seharusnya dilakukan sesuai dengan KUHAP tetapi tidak dilakukan oleh Pemohon.
 
Bahwa apabila dalam peraturan perundang-undangan atau Hukum Acara Pidana tidak mengatur mengenai adanya lembaga koreksi yang dapat ditempuh oleh seseorang, maka hal itu tidak berarti kesalahan Termohon tidak boleh dikoreksi, melainkan kesalahan tersebut harus dikoreksi melalui lembaga peradilan dalam hal ini melalui lembaga Praperadilan yang dibentuk untuk melindungi hak asasi seseorang (tersangka) dari kesalahan/kesewenangan yang dilakukan oleh penegak hukum dalam hal ini Penyidik Polres Kampar. Tentunya, hakim tidak dapat menolak hanya dengan alasan karena tidak ada dasar hukumnya atau karena tidak diatur oleh peraturan perundang-undangan.
 
Dalam hal ini, peranan hakim untuk menemukan hukum memperoleh tempat seluas-luasnya. Hal ini secara tegas dan jelas telah diamanatkan dalam Pasal 10 ayat (1) dan Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman yang berbunyi sebagai berikut:
 
Pasal 5 ayat (1):
“ pengadilan dilarang menolak untuk memeriksa, mengadili dan memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas melainkan wajib memeriksa dan mengadilinya”.
 
Pasal 5 ayat (1) :
“hakim dan hakim Konstitusi wajib menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat”.
 
10. Bahwa tindakan penyidik untuk menentukan seseorang sebagai Tersangka merupakan salah satu proses dari sistem penegakan hukum pidana sebagaimana dimaksud dalam KUHAP, oleh karenanya proses tersebut haruslah diikuti dan dijadikan dengan prosedur yang benar sebagaimana diatur dan ditentukan dalam KUHAP atau perundang-undangan yang berlaku. Artinya, setiap proses yang akan ditempuh haruslah dijalankan secara benar dan tepat sehingga asas kepastian hukum dapat terjaga dengan baik dan pada gilirannya hak asasi yang akan dilindungi tetap dapat dipertahankan. Apabila prosedur yang harus diikuti untuk mencapai proses tersebut (penetapan tersangka) tidak dipenuhi, maka sudah barang tentu proses tersebut menjadi cacat dan haruslah dikoreksi/dibatalkan.
 
11. Bahwa penetapan status seorang sebagai Tersangka in casu Pemohon yang tidak dilakukan berdasarkan hukum/tidak sah, jelas menimbulkan hak hukum bagi seseorang untuk melakukan upaya hukum berupa koreksi dan/atau pengujian terhadap keabsahan melalui Lembaga Praperadilan. Upaya penggunaan hak yang demikian itu selain sesuai dengan spirit dan ruh atau jiwa KUHAP, juga sesuai dan dijamin dalam ketentuan Pasal 17 UU 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (UU HAM) yang berbunyi: “ setiap orang, tanpa diskriminasi, berhak untuk memperoleh keadilan dengan mengajukan permohonan, pengaduan, dan gugatan baik dalam perkara pidana, perdata maupun administrasi serta diadili melalui proses peradilan yang bebas dan tidak memihak, sesuai dengan hukum acara yang menjamin pemeriksaan yang objektif oleh hakim yang jujur dan adil untuk memperoleh putusan yang adil dan benar”.
 
Pasal 28 D ayat (1) UUD Negara RI 1945 menentukan: “setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum”. sehingga dengan demikian secara jelas dan tegas UUD Negara RI 1945 mengatur perlindungan dan kepastian hukum yang adil bagi setiap warga negara.
 
Lebih ditegaskan, negara Republik Indonesia telah meratifikasi International On Civil and Political Right/Konvenan Internasional Tentang Hak-Hal Sipil dan Politik (ICCPR), yakni melalui Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan International Convenant On Civil and Political Right (Konvenan International tentang Hak-Hak Sipil dan Politik, merupakan salah satu intrumen International utama yang berisi mengenai pengukuhan pokok-pokok Hak Asasi Manusia.
 
Dalam ketentuan yang telah diratifikasi tersebut, negara telah berjanji untuk memberikan jaminan guna melakukan pemulihan terhadap seseorang yang hak-haknya telah dilanggar dalam kaitannya dengan pelaksanaan tugas institusi negara/penegak hukum. 
 
II. ALASAN PERMOHONAN PRAPERADILAN
 
1. Bahwa DR.IR Anthony Hamzah,MP adalah seorang Dosen Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Universitas Riau sampai saat ini, sebagai seorang Tenaga Pendidik/Dosen selalu siap diserahi tugas, jabatan maupun tanggung jawab akademis dalam mengemban amanat Tridarma Perguruan Tinggi salah satunya sebagai pengabdi di tengah masyarakat sesuai dengan keilmuannya sebagai seorang Doktoral dibidang ahli perkebunan.
 
2. Salah satu bentuk pengabdian Pemohon terhadap masyarakat adalah  mendampingi masyarakat petani yang tergabung di Koperasi Petani Sawit Makmur (Kopsa-M) Desa Pangkalan Baru Siak Hulu Kampar Provinsi Riau dalam memperjuangkan lahan/kebun miliknya yang dimitrakan dengan PT. Perkebunan Nusantara V. Dimana Kondisi kebun saat itu tidak produktif dan tidak terawat serta ditumbuhi semak belukar sehingga petani hanya mendapati penghasilan setiap bulannya lebih kurang Rp 15.000,- (lima belas ribu rupiah) dan kemudian sebagian kebun milik petani Kopsa M dijual dan dikuasai secara melawan hukum oleh PT. Langgam Harmuni seluas lebih kurang 400 ha (empat ratus hektar), PT. Kabin seluas 240 ha (dua ratus empat puluh hektar), Harjono/Subur seluas lebih kurang 100 ha (seratus hektar).
 
3. Bahwa DR. IR Anthony Hamzah,MP atau Pemohon dipercayai sebagai Ketua Pengurus Kopsa-M berdasarkan Rapat Anggota Koperasi pada hari Sabtu tanggal 03 Desember 2016 sesuai Akta No. 16 Desember 2016 di Notaris Muhammad Nuzul, SH di Bangkinang dan kemudian terpilih kembali menjadi Ketua Pengurus sesuai dengan Akta Notaris No 23 tanggal 15 Desember 2021 yang di keluarkan oleh Notaris Syahrul,SH.MKn . 
 
4. Bahwa setelah kepengurusan Kopsa-M berganti kepada Pemohon pada tahun 2016, Pemohon melakukan pemetaan kebun kelapa sawit milik Kopsa-M dan kemudian diperoleh kondisi rill di lapangan bahwa kebun Milik Kopsa-M hanya tersisa seluas 1.433 ha (seribu empat ratus tiga puluh tiga hektar) dengan ditemukannya beberapa penguasaan secara melawan hukum dari pihak lain yaitu:
a. Penguasaan lahan oleh PT. Langgam Harmuni seluas 389 ha (tiga ratus delapan sembila hektar).
b. Penguasaan lahan oleh Subur seluas 100 ha (seratus hektar)
c. Penguasaan lahan oleh PT. Kabin seluas 242 ha (dua ratus empat Puluh Dua hektar).
 
Penguasaan kebun kelapa sawit milik Kopsa M yang dikuasai oleh pihak lain yang disebutkan diatas adalah lahan yang ditanam oleh PTPN V yang dibangun secara bertahap sejak tahun 2003 s/d 2010 oleh PTPN V atas pinjaman kredit pada Bank Mandiri Petani Kopsa-M.
 
5. Bahwa terhadap lahan milik anggota Kopsa-M yang dikuasai oleh pihak lain secara melawan hukum tersebut, pengurus telah melaporkannya kepada pihak yang berwajib/kepolisian. Laporan tersebut dilakukan atas desakan dari semua anggota Kopsa-M.
 
6. Bahwa terhadap permasalahan lahan dan laporan Polisi  belum ada perkembangan serta tindaklanjutnya baik di instansi Kepolisian maupun di instansi Pemerintahan, maka Pemohon ditemui oleh Saudara Alvon Lorensius dan Saudara Hendra Sakti Effendi di Cafe Kong Djie. Alvon Lorensius adalah anggota Kopsa-M dan Badan Pengawas (Bapeng) Kopsa-M memperkenalkan Hendra Sakti Effendi sebagai seorang Pengacara/Advokat dan juga sebagai anggota Petani Kopsa-M. Alvon Lorensi meminta kepada Pemohon supaya keanggotaan Hendra Sakti Effendi sebagai Anggota Kopsa-M di sahkan dikarenakan Hendra Sakti Effendi telah membeli kaplingan anggota Kopsa-M bernama Cucu Suarsih, dan kemudian Alvon Lorensius juga meminta Pemohon menunjuk Hendra Sakti Effendi sebagai Pengacara di Kopsa-M untuk mengurus permasalahan-permasalahan lahan milik Kopsa-M secara hukum. Terhadap permintaan tersebut Dr.Ir Anthoni Hamzah,MP tidak dapat mengambil keputusan sendiri. Kemudian sekira bulan Mei 2020 Pemohon mengadakan rapat bersama Pengurus Kopsa M di Perumahan Batu Karang Kota Pekanbaru. berdasarkan Hasil rapat Pengurus bersama Pengawas Kopsa M disepakati biaya operasional penyelesaian kasus hukum Kopsa M sebesar Rp 600.000.000,- (enam ratus juta rupiah) dan ditambah Succes fee sebanyak 50 % dari luas lahan yang akan diselesaikan. Terhadap biaya operasional tersebut para pengurus dan pengawas sepakat untuk membayar dengan cicilan.
 
7. Bahwa sekira bulan Juli 2020 Saudara Hendra Sakti Effendi menghubungi Pemohon dan kemudian mengirimkan Surat Kuasa melalui Pesan Whatsapp, kemudian terhadap surat kuasa tersebut di cetak dikantor. Setelah surat kuasa ditandatangani oleh Pengurus Pemohon menyerahkan surat kuasa yang asli kepada Hendra Sakti Effendi di Rumah Makan Kecil Bangkinang.        
 
8. Kemudian di ketahui ternyata Hendra sakti bukanlah seorang Pengacara atau Advokat sehingga Pemohon dan KOPSA-M telah tertipu oleh Saudara Hendra Sakti Effendi. Terhadap perbuatan penipuan yang membuat kerugian terhadap Kopsa-M lebih kurang Rp. 600.000.000,- (enam ratus juta) tersebut, Kopsa-M telah dirugikan dan Pemohon melaporkannya kepihak kepolisian hal ini sesuai dengan Laporan Polisi Nomor : LP/184/III/2021/SPKT UNIT II RESTA PKU, Tanggal 04 Maret 2021 An. Anthony Hamzah, dengan terlapor Hendra Sakti dan Avon Laurensius. Pada tanggal 16 Juni 2021, Polresta Pekanbaru.
 
9. Bahwa hal-hal yang dikuasakan kepada Saudara Hendra Sakti Effendi tertanggal 13 Juli 2020 adalah sebagai berikut:
a. Melakukan setiap dan segala upaya hukum, termasuk tetapi tidak terbatas pada melakukan dan setiap perundingan, negosiasi, maupun mediasi dalam perkara lahan Kopsa-M.
 
b. Melakukan setiap segala tindakan yang diaggap perlu oleh Penerima Kuasa untuk kepentingan Pemberi Kuasa, termasuk akan tetapi tidak terbatas pada menghadap dengan pihak kepolisian, pihak Kejaksaan, Pejabat-pejabat dan/atau Pembesar Negeri lainnya guna menjalin hubungan baik, mengajukan permohonan-permohonan yang dianggap perlu dan dibutuhkan.
 
c. Menjalankan perbuatan-perbuatan atau memberikan keterangan-keterangan yang menurut hukum harus dijalankan atau diberikan oleh seorang kuasa dalam membela hak dan kepentingan si pemberi kuasa dalam arti seluas-luasnya.
 
10. Berdasarkan Pasal 1 ayat 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban menyatakan “ Korban adalah orang yang mengalami penderitaan fisik, mental, dan/atau kerugian ekonomi yang diakibatkan oleh suatu tindak pidana. Maka dari itu, terhadap tindak pidana yang dilakukan oleh Saudara Hendra Sakti Effendi tersebut, DR. Ir Anthoni Hamzah,MP adalah korban yang harus di lindungi dari segala tuntutan hukum.
 
11. Kemudian penetapan Daftar Pencarian Orang (DPO) Dr. Ir. Anthony Hamzah, MP bertentangan dengan Undang-Undang tentang Perlindungan Saksi dan Korban, dimana LPSK RI telah memberikan perlindungan terhadap Pemohon yang berada dalam program perlindungan dan ditempatkan ke tempat persembunyian yang benar-benar aman dan memutus hubungan dengan siapapun sehingga tidak ada orang lain yang mengenali, hal ini sebagaimana dimaksud dalam pasal 30 ayat (2) huruf c UU No. 13 Tahun 2006.   
 
Legal Standing Pelapor 
 
12. Bahwa berdasarkan Laporan Polisi Nomor: LP / 332 / X / 2020 / Riau / Res Kampar  tertanggal 16 Oktober 2020 tentang sehubungan dalam perkara tindak pidana pencurian dan pengrusakan yang terjadi di hari kamis tanggal 15 Oktober 2020 di PT. Langgam Harmuni yang beralamat di Desa Pangkalan Baru Siak Hulu Kampar atas laporan dari Karealitas Zagota als karel selaku General Menager PT. Langgam Harmuni.
 
13. Bahwa PT. Langgam Harmuni merupakan perusahaan perkebunan yang melakukan usaha budidaya tanaman perkebunan dengan luasan lahan skala tertentu dan/atau usaha pengelolaan hasil perkebunan kelapa sawit yang seharus memiliki izin perkebunan. Namun pada kenyataannya PT. Langgam Harmuni sampai saat ini legalitas dan kepemilikan lahan tidak jelas dan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. Saat ini PT. Langgam Harmuni telah dilaporkan ke Bareskrim Polri berdasarkan laporan Polisi Nomor :LP/B/0337/V/2021/Bareskrim tanggal 27 Mei 2021 tentang perbuatan penguasaan lahan seluas lebih kurang 398 (tiga ratus sembilan delapan) hektar secara melawan hukum dan lahan yang dikuasai tersebut merupakan lahan/kebun milik Petani Kopsa-M;
 
14. Bahwa sekira bulan Agustus 2021 PT. Langgam Harmuni mengajukan permohonan izin usaha perkebunan kepada Pemerintah Kabupaten Kampar, hal ini sesuai Surat Permohonan Nomor LH/X.ll/17.08/2021 tanggal 10 Agustus 2021. Namun terhadap permohonan tersebut, Kopsa-M menyampaikan surat keberatan kepada Pemda Kab. Kampar atas permohonan diterbitkan izin usaha/kegiatan perkebunan kelapa sawit PT. Langgam Harmoni dikarenakan lahan yang dikuasainya adalah milik dari petani Kopsa-M.
 
15. Bahwa dikarenakan PT. Langgam Harmuni tidak ada memiliki izin usaha perkebunan sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-Undang perkebunan menunjukan Pelapor tidak memiliki legalitas atau legalstanding melaporkan tindak pidana atas kerugian yang dimiliki oleh Pelapor.   
 
16. Bahwa terhadap laporan General Maneger PT. Langgam Harmuni Nomor LP/332/X/2020/Riau/Res Kampar  tertanggal 16 Oktober 2020 tentang tindakpidana pencurian dan pengrusakan yang terjadi di hari kamis tanggal 15 Oktober 2020 di PT. Langgam Harmuni yang beralamat di Desa Pangkalan Baru Siak Hulu Kampar sebagaimana tuduhan terhadap Pasal 170 ayat  (1) KUHP, Pasal 368 KUHP dan Pasal 335 ayat (1) KUHP Jo. Pasal 55, 56 KUHP yang dilakukan oleh Polres Kampar tersebut adalah tidak sah, mengingat Pelapor tidak memiliki legal standing untuk melaporkan tindak pidana yang dituduhkan tersebut.
 
17. Bahwa pengaturan norma palaporan pidana terhadap Pasal yang dituduhkan  dengan mensyaratkan legalitas Palapor adalah untuk menjamin persamaan hak dan kedudukan serta kewajiban didepan hukum, ketentuan mengenai kewajiban pelapor untuk membuktikan legal standing dalam perkembangan dinamika hukum pidana sesuai dengan prinsip negara hukum yang menjunjung tinggi Rule of Law dan due process of law.
 
18. Bahwa penyidikan  dalam penjatuhan tindak pidana yang dilaporkan oleh Pelapor PT. Langgam Harmuni tidak memenuhi rasa keadian yang didambakan oleh masyarakat, serta tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan tindak pidana perkebunan yang dilakukan oleh Pelapor (PT. Langgam harmuni).
 
19. Bahwa penyidik menetapkan PT. Langgam Harmuni mempunyai legal standing sebagai pelapor tindak pidana dan menetapkan tersangka atas laporan tersebut adalah cara-cara yang melanggar hukum dan merupakan alasan yang keliru dan sangat tidak berdasar hukum karena penyidik yang memeriksa laporan pelapor dan menerapkan hukum tidak sesuai dengan fakta hukum dan asas legalitas dan didasari pada rasa ketidakadilan, dimana Pelapor adalah orang atau badan usaha yang tidak memiliki izin yang dapat diancam pidana Pasal 105 Undang-Undang Nomor 39 tahun 2014 tentang Perkebunan.
 
20. Bahwa berdasarkan fakta-fakta dan bukti yang telah diuraikan diatas menyimpulkan bahwa Laporan Karealitas Zagota als karel selaku General Menager PT. Langgam Harmuni Nomor P/332/X/2020/Riau/Res Kampar  tertanggal 16 Oktober 2020 adalah tidak berdasarkan hukum atau tidak benar sehingga secara hukum adalah laporan palsu yang dapat dipidanakan. Sehingga jelas dan terang benderang bahwa selaku penyidik tidak melaksanakan kewajibannya sesuai dengan KUHAP dan Putusan Mahkamah Konstitusi RI, menyerahkan surat pemberitahuan dimulainya penyidikan, sehingga penyidikan yang dilakukan adalah cacat hukum.
Pihak Dipublikasikan Ya