Kembali |
Nomor Perkara | Pemohon | Termohon | Status Perkara |
4/Pid.Pra/2020/PN Bkn | JUANDA, ST | Pemerintah Negara Republik Indonesia Cq Presiden Republik Indonesia Cq Kementrian Dalam Negeri Republik Indonesia Cq Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Riau Cq Satuan Polisi Kehutanan Penyidik Pegawai Negeri Sipil Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Propinsi Riau | Minutasi |
Tanggal Pendaftaran | Senin, 06 Apr. 2020 | ||||
Klasifikasi Perkara | Sah atau tidaknya penyitaan | ||||
Nomor Perkara | 4/Pid.Pra/2020/PN Bkn | ||||
Tanggal Surat | Senin, 06 Apr. 2020 | ||||
Nomor Surat | - | ||||
Pemohon |
|
||||
Termohon |
|
||||
Kuasa Hukum Termohon | |||||
Petitum Permohonan | Perihal : PERMOHONAN PRAPERADILAN
Dengan Hormat, Yang bertandatangan di bawah ini : 1. Edy Anton S, SH 2. Mukhpizar, SH 3. Syafrizal Andiko, SH Ketiganya Advokat pada KANTOR HUKUM “ EDY ANTON. S, SH & Associates ” yang berkantor di Perum. Bukit Barisan Blok B 3/19 Jln. Mahoni Indah/Bukit Barisan Pekanbaru-Riau Hp.08127520135 email edyanton 0706@Gmail.com, yang dapat bertindak baik secara bersama-sama maupun sendiri-sendiri, berdasarkan Surat Kuasa Khusus tertanggal 20 Maret 2020 bertindak untuk dan atas nama Pemohon :
Nama : Juanda, ST Umur : 40 Tahun Pekerjaan : Wiraswasta Agama : Islam Alamat : Jln. Prof. M. Yamin, SH, Komp. Serang Mas Nomor 28, Kelurahan Sei Kera, Kecamatan Medan Perjuangan, Kota Medan, Provinsi Sumatera Utara.
dalam hal ini memilih domisili hukum pada alamat kuasanya tersebut di atas, untuk selanjutnya disebut sebagai………………………….PEMOHON Dengan ini Pemohon mengajukan Gugatan Praperadilan atas PENANGKAPAN DAN PENYITAAN BENDA BERGERAK BERUPA DUA (2) Unit Excavator masing-masing merk CAT 313D dan KOMATSU 130F yang saat ini ditahan dan menjadi barang bukti di Kantor Satuan Polisi Kehutanan Penyidik Pegawai Negeri Sipil Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Riau di Jalan Dahlia No. 2 Pekanbaru, sehubungan dengan tindak Pidana Kehutanan atas nama Jimmy yang tertangkap di Desa Sei Garo Tapung, Kecamatan Tapung Hilir, Kabupaten Kampar TANPA DIDASARI HUKUM PIDANA FORMIL POSITIF INDONESIA.
M E L A W A N
PEMERINTAH NEGARA REPUBLIK INDONESIA, cq. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, cq. Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia, cq. Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Riau, cq. Satuan Polisi Kehutanan, Penyidik Pegawai Negeri Sipil Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Propvinsi Riau yang beralamat di Jl. Dahlia No. 2 Pekanbaru. Untuk selanjutnya disebut sebagai …………………………….TERMOHON ;
Adapun gugatan Praperadilan ini diajukan didasarkan atas fakta-fakta sebagaimana yang akan diuraikan di bawah ini:
I. DASAR HUKUM PERMOHONAN PRAPERADILAN Perlu dipahami dan diketahui bahwa terlahirnya lembaga Praperadilan adalah karena terinspirasi oleh prinsip-prinsip yang bersumber dari adanya hak Habeas Corpus dalam sistem peradilan Anglo Saxon, yang memberikan jaminan fundamental terhadap hak asasi manusia khususnya hak kemerdekaan. Habeas Corputs Act memberikan hak pada sseorang melalui suatu surat perintah pengadilan menuntut pejabat yang melaksanakan hukum pidana formil tersebut agar tidak melanggar hukum (ilegal) atau tegasnya melaksanakan hukum pidana formil tersebut benar-benar sah sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Hal ini untuk menjamin bahwa perampasan ataupun pembatasan kemerdekaan terhadap seorang tersangka atau terdakwa itu benar-benar telah memenuhi ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku maupun jaminan hak asasi amnesia.
Bahwa keberadaan Lembaga Praperadilan, sebagaimana diatur dalam Bab X Bagian huruf C, kesatu KUHAP dan Bab XII Bagian kesatu KUHAP, secara jelas dan tegas dimaksudkan sebagai sarana kontrol atau pengawasan horizontal untuk menguji keabsahan penggunaan wewenang oleh aparat penegak hukum (Penyelidik/Penyidik maupun Penuntut Umum), sebagai upaya koreksi terhadap penggunaan wewenang apabila dilaksanakan secara sewenang-wenang dengan maksud/tujuan lain di luar dari yang ditentukan secara tegas dalam KUHAP, guna menjamin perlindungan terhadap hak asasi setiap orang termasuk dalam hal ini adalah Pemohon. Menurut LUHUT M. PANGARIBUAN, lembaga Praperadilan yang terdapat di dalam KUHAP identik dengan lembaga pretrial yang terdapat di Amerika Serikat yang menerapkan prinsip Habeas Corpus, yang mana pada dasarnya menjelaskan bahwa di dalam masyarakat yang beradab maka pemerintah harus selalu menjamin hak kemerdekaan seseorang.
Bahwa lembaga Praperadilan sebagaimana diatur dalam Pasal 77 s/d 83 KUHAP adalah suatu lembaga yang berfungsi untuk menguji apakah tindakan/upaya paksa (dwang middelen) yang dilakukan oleh penyidik/penuntut umum dalam hal ini tindakan penggeledahan dan penyitaan sudah sesuai undang-undang dan tindakan tersebut telah dilengkapi administrasi penyidikan secara cermat atau tidak, karena pada dasarnya tuntutan Praperadilan menyangkut sah tidaknya tindakan penyidik atau Penuntut Umum di dalam melakukan penyidikan atau penuntutan.
Bahwa tujuan Praperadilan seperti yang tersirat dalam penjelasan Pasal 80 KUHAP adalah untuk menegakkan hukum, keadilan, kebenaran melalui sarana pengawasan horizontal, sehingga esensi dari Praperadilan adalah untuk mengawasi tindakan upaya paksa yang dilakukan oleh penyidik atau Penuntut Umum terhadap Tersangka, benar-benar dilaksanakan sesuai ketentuan Undang-undang, dilakukan secara profesional dan bukan tindakan yang bertentangan dengan hukum sebagaimana diatur dalam KUHAP atau perundang-undangan lainnya.
Bahwa apabila kita melihat pendapat dari S. TANU SUBROTO, yang menyatakan bahwa keberadaan lembaga Praperadilan sebenarnya memberikan peringatan : Agar penegak hukum harus berhati-hati dalam melakukan tindakan hukumnya dan setiap tindakan hukum harus didasarkan kepada ketentuan hukum yang berlaku, dalam arti ia harus mampu menahan diri serta menjauhkan diri dari tindakan sewenang-wenang.
Ganti rugi dan rehabilitasi merupakan upaya untuk melindungi warga negara yang diduga melakukan kejahatan yang ternyata tanpa didukung dengan bukti-bukti yang meyakinkan sebagai akibat dari sikap dan perlakuan penegak hukum yang tidak mengindahkan prinsip hak-hak asasi manusia.
Hakim dalam menentukan ganti kerugian harus memperhitungkan dan mempertimbangkan dengan seksama, baik untuk kepentingan orang yang dirugikan maupun dari sudut kemampuan financial pemerintah dalam memenuhi dan melaksanakan putusan hukum itu.
Dengan rehabilitasi berarti orang itu telah dipulihkan haknya sesuai dengan keadaan semula yang diduga telah melakukan kejahatan.
Kejujuran yang menjiwai KUHAP harus diimbangi dengan integritas dan dedikasi dari aparat penegak hukum, karena tanpa adanya keseimbangan itu semuanya akan sia-sia belaka. Selain itu menurut pendapat INDRIYANTO SENO ADJI bahwa KUHAP menerapkan lembaga Praperadilan untuk melindungi seseorang dalam pemeriksaan pendahuluan terhadap tindakan-tindakan kejaksaan termasuk Termohon sebagai salah satu institusi yang juga berhak menyidik yang melanggar hukum dan merugikan seseorang (in casu Pemohon), dimana lembaga Praperadilan ini berfungsi sebagai lembaga pengawas terhadap upaya paksa yang dilaksanakan oleh pejabat penyidik dalam batasan tertentu.
Bahwa apa yang diuraikan di atas, yaitu Lembaga Praperadilan sebagai upaya pengawasan penggunaan wewenang guna menjamin perlindungan Hak Asasi Manusia, telah dituangkan secara tegas dalam Konsiderans Menimbang huruf (a) dan (c) KUHAP dengan sendirinya menjadi spirit atau ruh atau jiwanya KUHAP, yang berbunyi :
“Bahwa Negara Republik Indonesia adalah negara hukum berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 yang menjunjung tinggi hak asasi manusia serta yang menjamin segala warganegara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya”.
“Bahwa pembangunan Hukum Nasional yang demikian itu di bidang hukum acara pidana adalah agar masyarakat menghayati hak dan kewajibannya dan untuk meningkatkan pembinaan sikap para pelasana penegak hukum sesuai dengan fungsi dan wewenang masing-masing kearah tegaknya hukum, keadilan dan perlindungan terhadap harkat dan martabat manusia, ketertiban serta kepastian hukum demi terselenggaranya Negara Hukum sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945”.
Selanjutnya juga ditegaskan kembali dalam Penjelasan Umum KUHAP, tepatnya pada angka 2 Paragraf ke-6 yang berbunyi : “..…Pembangunan yang sedemikian itu di bidang hukum acara pidana bertujuan, agar masyrakat dapat menghayati hak dan kewajibannya dan agar dapat dicapai serrta ditingkatkan pembinaan sikap para pelaksana penegak hukum sesuai dengan fungsi dan wewenang masing-masing kearah tegak mantabnya hukum, keadilan dan perlindungan yang merupakan pengayoman terhadap keluhuran harkat serta martabat manusia, ketertiban dan kepastian hukum demi tegaknya Republik Indonesia sebagai Negara Hukum sesuai dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 ”.
Bahwa mendasari substansi pada poin di atas maka Pemohon menjelaskan sebagai berikut : Tindakan lain dalam hal ini menyangkut pelaksanaan wewenang Penyidik maupun Penuntut Umum diantaranya berupa penggeledahan, penyitaan, maupun menetapkan seseorang menjadi Tersangka.
Bahwa dengan dilakukannya Penggeledahan dan Penyitaan terhadap seseorang in casu Pemohon tanpa melalui prosedur hukum yang benar sebagaimana ditentukan dalam KUHAP.
Bahwa akibat tindakan hukum yang dilakukan oleh Termohon secara sewenang-wenang kepada Pemohon telah mengakibatkan kerugian moril maupun materil.
PERATURAN TERKAIT Bahwa tindakan Temohon melakukan pengamanan dan penyitaan 2 (dua) unit alat berat milik Pemohon pada tanggal 27 Juli 2019 adalah tidak beralas hukum dan tidak memiliki prosedur hukum acara yang benar. Bahwa dalam Pasal 28 D ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menentukan : “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.” sehingga dengan demikian secara jelas dan tegas UUD Negara RI 1945 mengatur perlindungan dan kepastian hukum yang adil bagi setiap warga negara. Dengan demikian mengacu kepada ruh atau asas fundamental KUHAP (perlindungan hak asasi amnesia) Juncto Ketentuan Pasal 17 Undang-undang Hak Azazi Manusia, maka pengujian atas keabsahan penggunaan wewenang Aparatur Negara dalam melaksanakan KUHAP melalui lembaga Praperadilan telah secara sah mengalami perluasan sistematis (desystematische interpretatie) termasuk meliputi penggunaan wewenang Penyidik yang bersifat mengurangi atau membatasi hak seseorang seperti PENGGELEDAHAN, PENYITAAN ATAU PENANGKAPAN dan PENAHANAN.
II. ALASAN PERMOHONAN PERADILAN. FAKTA-FAKTA HUKUM DAN TENTANG POSITA
Bahwa perkara ini bermula pada tanggal 27 Juli 2019, Termohon telah melakukan penangkapan dan pengamanan terhadap dua (2) unit Excavator masing-masing merk CAT 313D dan KOMATSU 130F dari tangan seorang laki-laki bernama Juharlen D. Manik, pada sebuah Kebun Kelapa Sawit milik Jimmy, yang terletak di Dusun Flamboyan, Desa Kota Garo, Kecamatan Tapung Hilir, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau atau setidak-tidaknya pada suatu daerah yang masih menjadi yurisdiksi hukum Kepaniteraan Pengadilan Negeri Bangkinang, karena diduga telah melakukan pekerjaan pembersihan kebun kelapa sawit yang berada di kawasan hutan, dan untuk selanjutnya laki-laki yang bernama Jimmy adalah sebagai pemilik kebun tersebut (Bukti Pemohon Vide P - 1) ;
Bahwa Juharlen D. Manik adalah orang yang bekerja mengawasi kedua alat berat milik Pemohon yang sedang bekerja di kebun kelapa sawit milik Jimmy yang terletak di Dusun Flamboyan, Desa Kota Garo, Kecamatan Tapung Hilir, Kabupaten Kampar ;
Bahwa antara Pemohon dengan Saudara Jimmy sebagai pemilik kebun kelapa sawit tempat alat berat milik Pemohon ditangkap oleh Termohon, adalah memiliki perjanjian sewa-menyewa alat berat dan angkutan No : 003/PKU-GR/1607/2019 tertanggal 10 Juli 2019, sehingga Pemohon bekerja di areal kebun milik Jimmy yaitu memberikan jasa 2 (dua) unit excavator/alat berat untuk bekerja membersihkan kebun kelapa sawit milik Jimmy tersebut (Bukti Pemohon Vide P - 2) ;
Bahwa proses hukum terhadap tindak pidana aquo sampai gugatan ini kami ajukan, sepertinya berjalan ditempat karena pemilik kebun yang bernama Jimmy belum diproses secara hukum yang berlaku bahkan tidak dilakukan penahanan oleh Termohon dan hanya yang dilakukan Termohon adalah memproses barang bukti yaitu 2 (dua) Unit Excavator masing-masing merk CAT 313D dan KOMATSU 130F milik Pemohon yang saat ini ditahan dan diamankan oleh Termohon di Kantor Satuan Polisi Kehutanan Penyidik Pegawai Negeri Sipil Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Propvinsi Riau yang beralamat di Jl. Dahlia No. 2 Pekanbaru dengan alasan melakukan pekerjaaan di kawasan hutan (Bukti Pemohon Vide : P- 3) ;
Bahwa dengan tegas dan terang Pemohon nyatakan tidak mengetahui bahwa areal tempat bekerjanya alat berat dimaksud berada di kawasan hutan sebab Saudara Jimmy menyatakan bahwa hanya untuk bekerja membersihkan kebun kelapa sawit dan tidak pernah menjelaskan bahwa posisi kebun tersebut berada di kawasan hutan ;
Bahwa setiap penyitaan terhadap benda yang dijadikan barang bukti oleh penyidik supaya sah dan benar menurut hukum, maka penyidik dalam melakukan penyitaan harus tunduk kepada hukum pidana formal (hukum acara pidana) yang berlaku di Negara Republik Indonesia ;
Bahwa setiap penyitaan terhadap benda yang dijadikan barang bukti oleh penyidik yang tidak sesuai dengan hukum acara /pidana formal yang berlaku di Indonesia adalah tindakan penyitaan yang melanggar hukum dan penyitaan tersebut harus dibatalkan ;
Bahwa hukum pidana formil yang berlaku di Negara Republik Indonesia ini yaitu Undang-undang Republik Indonesia No. 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dengan tegas menyatakan dalam :
Pasal 38 KUHAP ayat (1) : Penyitaan hanya dapat dilakukan oleh penyidik dengan surat izin Ketua Pengadilan Negeri setempat.
Pasal 38 KUHAP ayat (2) : Dalam keadaan yang sangat perlu dan mendesak bilamana penyidik harus segera bertindak dan tidak mungkin untuk mendapatkan surat izin terlebih dahulu, tanpa mengurangi ketentuan ayat (1) penyidik dapat melakukan penyitaan hanya atas benda bergerak dan untuk itu wajib segera melaporkan kepada Ketua Pengadilan Negeri setempat guna memperoleh persetujuannya.
Bahwa demikian juga halnya dengan ketentuan Undang-undang Republik Indonesia Nomor : 18 Tahun 2013 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan dalam Pasal 40 ayat (1) dan Pasal 40 ayat (3) dengan tegas dan terang disebutkan bahwa :
Pasal 40 ayat (1) : Penyidik yang melakukan penyitaan barang bukti hasil tindak pidana perusakan hutan baik barang bukti temuan maupun barang bukti sitaan wajib melakukan penyegelan dan membuat berita acara penyitaan pada hari penyitaan dilakukan.
Pasal 40 ayat (3) : Penyidik yang melakukan penyitaan barang bukti temuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib :
melaporkan dan meminta izin sita.
meminta izin peruntukan kepada Ketua Pengadilan Negeri setempat dalam waktu paling lama 3x24 (tiga kali dua puluh empat) jam sejak dilakukan penyitaan ; dan
menyampaikan tembusan kepada Kepala Kejaksaan Negeri setempat. Bahwa Pemohon tidak pernah menerima berita acara penyitaan barang bukti dari Termohon terkait perkara aquo yang ada adalah Surat Berita Acara Pengamanan Barang Bukti tertanggal 27 Juli 2019 dan Berita Acara Penitipan Barang Bukti tertanggal 27 Juli 2019, yang ditandatangani oleh Juharlen D. Manik tanpa menyertakan izin dari Pengadilan Negeri Bangkinang (Bukti Pemohon Vide P-1) ;
Bahwa penyitaan atas dua unit Excavator milik pemohon oleh Termohon jelas dan nyata telah bertentangan dengan Pasal 38 KUHAP ayat (1) dan ayat (2) dan juga melawan Pasal 40 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013, Pasal 40 ayat (1) dan Pasal 40 ayat (3) dijelaskan bahwa penyitaan atas kebendaan tidak bergerak WAJIB untuk mendapatkan izin dari Ketua Pengadilan Negeri setempat yang dalam perkara aquo adalah Ketua Pengadilan Negeri Bangkinang ;
Bahwa status 2 (dua) unit Excavator masing-masing merk Cat 313D dan Komatsu 130F milik Pemohon itu diperoleh pemohon dengan cara sewa beli /beli dengan angsuran dan masih belum lumas dari PT. Buana Finance (Bukti Pemohon Vide P - 4) dan dari MNC Bank (Bukti Pemohon Vide P - 5) ;
Bahwa angsuran dari 2 (dua) unit Excavator masing-masing merk CAT 313D sebesar Rp.18.281.000,- (delapan belas juta dua ratus delapan puluh satu ribu rupiah) dan KOMATSU 130F sebesar Rp.14.473.000,- (empat belas juta empat ratus tujuh puluh tiga ribu rupiah) per bulan ;
Bahwa akibat perbuatan Termohon tersebut, Pemohon mengalami kerugian materil dan imateril yang mana kalau ditotal kerugian materil yang dialami oleh Pemohon sejak penangkapan/penyitaan dua unit excavator tersebut adalah tidak dapat bekerja selama 7 (tujuh) bulan, yang kalau dihitung dengan hari kerja/bulan adalah 25 (dua puluh lima) hari sementara sewa alat sebesar Rp.4.200.000.- (empat juta dua ratus ribu rupiah) per hari, sehingga kerugian materil yang diderita oleh Pemohon adalah 175 hari X Rp. 4.200.000, (empat juta dua ratus ribu rupiah) = Rp.735.000.000 (tujuh ratus tiga puluh lima juta rupiah) X 2 (dikalikan dengan dua unit alat) maka menjadi Rp.1.470.000.000,-(satu milyar empat ratus tujuh puluh juta rupiah) ;
dan kerugian imateril adalah tidak ternilai harganya akan tetapi jika dinilai dengan uang adalah sebesar Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah).
Bahwa bukti-bukti melawan hukum (onrechmatigedaad) Termohon dan untuk dapat diterimanya gugatan praperadilan dari Pemohon maka Pemohon akan mengajukannya saat sidang pembuktian nantinya ; III. TENTANG PETITUM
Bahwa berdasarkan seluruh uraian dalil-dalil hukum Posita Pemohon di atas, maka sudah seharusnya Pemohon menuntut secara hukum dan Pemohon memohon agar Hakim Tunggal yang memeriksa, mengadili dan memutus perkara aquo pada Pengadilan Negeri Bangkinang berkenan menjatuhkan Amar/Putusan sebagai berikut : Menerima dan mengabulkan permohonan Pemohon untuk seluruhnya ;------------------------------------------------------------------------------ Atau jika Hakim Tunggal Yang Mulia berpendirian/berpendapat lain maka Pemohon memohon Putusan yang seadil-adilnya (Ex Aequo Et Bono) ; Hormat Kami, Kuasa Pemohon
EDY ANTON S, SH MUKHPIZAR, SH SYAFRIZAL ANDIKO, SH Advokat,- Advokat,- Advokat,-
|
||||
Pihak Dipublikasikan | Ya |